Suaranusantara.com- Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis 2 Januari 2025 memutuskan menghapus ambang batas pencalonan presiden dan calon wakil presiden (capres dan cawapres) atau Presidential Threshold.
MK memutuskan menghapus Presidential Threshold atas pertimbangan yang di mana Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Melihat hal tersebut, maka MK memutuskan mengabulkan permohonan dari empat orang mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga dengan nomor perkara 62/PUU-XXII/2024 tentang Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017.
Empat orang mahasiswa itu di antaranya Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirl Fatna.
“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK, Suhartoyo saat membacakan putusan pada Kamis 2 Januari 2025.
Pengamat berpandangan dengan MK memutuskan mengabulkan permohonan dari empat pemohon menghapus Presidential Threshold, maka ini menjadi tanda berakkhirnya dinasti politik Presiden ke 7 RI Joko Widodo atau Jokowi.
Hal ini disampaikan langsung oleh pengamat politik, Ubedilah Badrun yang menyebutkan ini merupakan penyegaran dalam demokrasi untuk Pemilihan Umum (Pemilu).
Di mana rakyat Indonesia bisa memilih alternatif pasangan calon (paslon).
“Tentu ini angin segar demokrasi untuk pemilu presiden pada tahun 2029 mendatang. Setidaknya pada pemilu presiden 2029 mendatang rakyat Indonesia berpotensi akan memilih banyak alternatif pasangan capres-cawapres,” kata Ubedilah saat dihubungi, Jumat 3 Januari 2025.
Kendati demikian, Ubedilah memprediksi banyak kandidat yang maju di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2029.
Dengan demikian, kata pengamat yang juga dosen politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ini pun hal itu bisa menjadi momentum berakhirnya politik dinasti Jokowi.
“Saya memprediksi, selain akan banyak pasangan capres-cawapres pada Pilpres 2029 juga bisa menjadi momentum berakhirnya dinasti Joko Widodo,” tutur Ubedilah.
Keyakinan itu dilatari lantaran peluang putra-putri terbaik bangsa untuk maju Pilpres 2024 semakin terbuka lebar.
Dengan penghapusan Presidential Threshold ini, rakyat Indonesia tidak lagi dibelenggu partai dan pemilik modal untuk menentukan presiden di balik threshold 20%.
“Sebab memungkinkan banyak putra terbaik bangsa akan ikut kontestasi, partai dan rakyat tidak lagi dibelenggu partai dan pemilik modal untuk menentukan presidenya dibalik threshold 20%,” tutur Ubedilah.
Dia pun menoleh kembali pada Pilpres 2019 dan 2024 yang terjerat dengan dinasti politik Jokowi.
“Belajar dari Pilpres 2019 dan 2024 lalu, belenggu partai dan oligarki telah memanjakan dinasti Jokowi yang berakibat fatal membuat demokrasi menjadi rusak,” tandasnya.
Discussion about this post