Suaranusantara.com- Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis 2 Januari 2025 memutuskan untuk menghapus terkait Presidential Threshold atau ambang batas pencalonan presiden dan calon wakil presiden (capres dan cawapres).
Keputusan menghapus Presidential Threshold lantaran MK mempertimbangkan terkait Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Maka dari itu, atas pengajuan permohonan dari empat orang mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga, MK memutuskan untuk mengabulkan putusan dengan menghapus Presidential Threshold.
“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK, Suhartoyo saat membacakan putusan pada Kamis 2 Januari 2025.
Lantas apa dampaknya bagi rakyat Indonesia dengan dihapusnya Presidential Threshold oleh MK pada kemarin Kamis 2 Januari 2025?
Dengan dihapusnya Presidential Threshold maka partai politik (parpol) berpeluang mengusulkan pasangan calon (paslon) pada Pemilihan Umum (Pemilu).
“Semua partai politik peserta pemilu berhak mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden,” ujar hakim MK Saldi Isra dalam pembacaan putusan di ruang sidang MK, Jakarta, Kamis 2 Januari 2025.
Saldi berujar, dalam mengusulkan pasangan capres-cawapres, parpol peserta pemilu bisa bergabung selama tidak menyebabkan dominasi gabungan sehingga menyebabkan terbatasnya pasangan capres-cawapres.
Tak hanya itu, kata Saldi, parpol diwajibkan untuk mengusulkan capres cawapres agar tidak disanksi.
Sanksi yang dikenakan itu berupa larangan untuk mengikuti Pemilu berikutnya.
“Partai politik peserta pemilu yang tidak mengusulkan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden dikenakan sanksi larangan mengikuti pemilu periode berikutnya,” tutur Saldi.
Dalam pertimbangannya, MK meminta agar pembentuk undang-undang dalam revisi Undang-Undang Pemilu 7/2017 bisa melakukan rekayasa konstitusi dengan memperhatikan ketentuan.
MK meminta pembentuk undang-undang memperhatikan pengusulan pasangan capres-cawapres tidak didasarkan pada persentase jumlah kursi DPR atau perolehan suara sah nasional.
Perumusan rekayasa konstitusional dalam revisi UU Pemilu juga harus melibatkan partisipasi semua pihak yang memiliki perhatian pada penyelenggaraan pemilu.
Dengan dihapusnya putusan Presidential Threshold ini, maka diharapkan bisa membawa lebih banyak pilihan calon pemimpin dalam Pemilu mendatang.
Menurut penggugat, ambang batas pencalonan presiden sudah digugat sebanyak 36 kali, yang menunjukkan bahwa aturan tersebut memang bermasalah.
Keputusan MK ini pun dianggap sebagai kemenangan bagi rakyat Indonesia.
Namun, meskipun ambang batas pencalonan presiden telah dihapus, ada kekhawatiran bahwa peraturan ini bisa diubah kembali melalui revisi undang-undang di DPR.
Sebelumnya, pengamat politik Ubedilah Badrun mengatakan hal serupa yang menyebutkan ini menjadi penyegaran dalam demokrasi untuk Pemilu.
“Tentu ini angin segar demokrasi untuk pemilu presiden pada tahun 2029 mendatang. Setidaknya pada pemilu presiden 2029 mendatang rakyat Indonesia berpotensi akan memilih banyak alternatif pasangan capres-cawapres,” kata Ubedilah saat dihubungi, Jumat 3 Januari 2025.
Discussion about this post