Suaranusantara.com- Hasil survei Litbang Kompas merilis 100 hari kerja Presiden RI Prabowo Subianto bersama Wakil Presiden (Wapres) RI, Gibran Rakabuming Raka yang hasilnya publik merasa puasa dengan kinerja keduanya.
Tingkat kepuasan publik terhadap 100 hari kerja Prabowo-Gibran mendapat angka sebanyak 80,9 persen.
Sementara itu, ada 19,1 persen yang tidak merasa puas dengan 100 hari kerja Prabowo-Gibran. Mereka yang tidak puas lantaran didasari sejumlah faktor seperti bantuan sosial (bansos) yang tak menyeluruh atau merata.
Lalu menganggap pemerintahan Prabowo-Gibran belum membuat ekonomi stabil sehingga sulit mendapatkan pekerjaan hingga lapangan kerja minim.
Lantas apakah benar demikian Prabowo-Gibran belum mampu mengatasi geliat ekonomi di negeri ini?
Adapun kinerja pemerintahan Prabowo-Gibran berdasarkan status sosial ekonomi responden bervariasi.
Namun dari hasil yang ada, dapat dilihat jika semakin tinggi status sosial ekonomi seseorang, semakin rendah tingkat kepuasan mereka. Dan berikut perolehan persentasenya:
– 84,7% kalangan bawah mengaku puas dan 15,3% tidak puas
– 81,4% kalangan menengah bawah mengaku puas dan 18,6% tidak puas
– 75,3% kalangan menengah atas mengaku puas dan 24,7% tidak puas
– 67,9% kalangan atas mengaku puas dan 32,1% tidak puas
Prabowo-Gibran selama tiga bulan memimpin negeri ini, diketahui mengeluarkan sejumlah kebijakan dalam bidang ekonomi.
Misalnya saja ada kebijakan terkait menaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebanyak 6.5% di awal mereka menjabat.
Sebulan kemudian, Prabowo kembali memperoleh sambutan meriah usai membatalkan kenaikan PPN untuk sejumlah barang dan tetap menaikkan untuk obyek barang mewah yang memang tidak terjangkau oleh kalangan bawah.
Masih berkaitan dengan kebijakan ekonomi, pemerintah baru-baru ini mencanangkan program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Meski dicita-citakan sebagai program yang baik, MBG ternyata dilihat sebagai isu berbahaya oleh sejumlah pihak.
Hal ini ditunjukkan dengan melesetnya perhitungan anggaran yang digadang-gadang bisa meningkat hingga 100 triliun rupiah.
Hal ini diungkapkan oleh Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana yang menjelaskan bahwa rencana penambahan anggaran dilakukan karena Presiden Prabowo Subianto ingin agar program Makan Bergizi segera bisa dijalankan sesuai target untuk memberi makan 82,9 juta penerima.
Menurutnya anggaran Rp 71 triliun yang ditetapkan sepanjang 2025 ini hanya cukup untuk membiayai pemberian MBG untuk 17 jutaan penerima saja, masih jauh dari target yang ditetapkan.
“Kalau dari hitungan Badan Gizi kalau tambahan itu terjadi di September sebetulnya Rp 100 triliun sudah cukup untuk memberi makan 82,9 juta,” sebut Dadan, pada 17 Januari 2025 lalu.
Sebelumnya, kebijakan ekonomi yang muncul adalah bergabungnya Indonesia menjadi bagian dari BRICS.
Adapun langkah ini dilihat sebagai strategi Indonesia untuk memperkuat kerja sama antar negara berkembang alias kerja sama Selatan-Selatan (KSS).
“Sebagai negara dengan perekonomian yang terus tumbuh dan beragam, Indonesia berkomitmen untuk berkontribusi secara aktif dalam agenda BRICS, termasuk mendorong ketahanan ekonomi, kerja sama teknologi, pembangunan berkelanjutan, dan mengatasi tantangan global seperti perubahan iklim, ketahanan pangan, dan kesehatan masyarakat,” jelas Kemlu dalam keterangan resminya, Selasa 7 Januari 2025 lalu.
Melihat kembali hasil survei Litbang Kompas, maka benarlah jika kebijakan-kebijakan yang lahir lebih banyak menyasar masyarakat kalangan bawah.
Namun apakah produk-produk kebijakan sejenis nantinya akan berimbas lain bagi masyarakat secara umum?
Untuk itu mari kita tunggu saja kebijakan-kebijakan yang akan datang.
Discussion about this post