Suaranusantara.com- Ketua Umum (Ketum) PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri diketahui pada Kamis 20 Februari 2025 lalu menerbitkan sebuah surat instruksi yang di mana isinya meminta kepada seluruh kepala daerah PDI Perjuangan untuk tidak mengikuti retreat di Magelang, Jawa Tengah.
Megawati menginstruksikan demikian selang beberapa jam usai orang kepercayaannya, Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto ditahan oleh KPK pada Kamis petang.
Adapun isi surat instruksi Megawati itu bernomor 7294/IN/DPP/II/2025 yang berbunyi:
“Diinstruksikan kepada seluruh kepala daerah dan wakil kepala daerah PDI Perjuangan, sebagai berikut: 1. Kepala daerah dan wakil kepala daerah untuk menunda perjalanan yang akan mengikuti retret di Magelang pada tanggal 21-28 Februari 2025,” tulis poin pertama instruksi tersebut dilihat pada Jumat 21 Februari 2025.
Lalu dalam instruksi tersebut juga tertulis bahwa Megawati meminta para kepala daerah dan wakil kepala daerah dari partainya menghentikan perjalanan ke Magelang, jika sudah telanjur menuju area retreat.
“Sekiranya telah dalam perjalanan menuju Kota Magelang, untuk berhenti dan menunggu arahan lebih lanjut dari Ketua Umum,” lanjutan isi poin pertama instruksi Megawati.
Pada poin kedua, Megawati meminta para kepala daerah dan wakil kepala daerah dari PDIP selalu mengaktifkan alat komunikasi.
Megawati juga meminta mereka siaga terhadap panggilan pihak partai.
“2. Tetap berada dalam komunikasi aktif dan standby commander call,” bunyi poin kedua.
Pengamat politik dari Universitas Paramadina Ahmad Khoirul Umam menyebut instruksi yang dikeluarkan Megawati Soekarnoputri kepada kepala daerah dari PDIP untuk menunda ikut retret di Akademi Magelang, Jawa Tengah, dianggap sebagai bentuk perlawanan politik.
“Diakui atau tidak, ini kan respons politik, sehingga kemudian ketika meminta kader untuk kemudian tidak hadir di retret, di Magelang, maka memang bisa ditafsirkan sebagai sebuah perlawanan politik dari PDIP terhadap kekuasaan,” kata Umam pada Senin 24 Februari 2025.
Kata Umam memang ini bukan keputusan final namun kemudian muncul diksi menunda.
“Meskipun tentu ini belum bisa dijustifikasi, belum bisa disimpulkan sebagai sebuah final decision karena ada diksi kemarin, menunda, dan menunda itu bisa ada barangkali keputusan lanjutan yang memberikan dorongan lebih lanjut,” lanjut Umam.
Namun tetap, kata Umam, sikap yang sudah ditunjukkan oleh Megawati terhadap kadernya usai Hasto ditahan adalah bagian dari manuver politik.
“Itu sudah dikeluarkan, maka ini sebuah manuver politik sebagai bagian dari opsi tidak percaya, kekecewaan terhadap langkah pemerintahan,” ujar Umam.
Umam menduga, kekecewaan PDI Perjuangan terhadap pemerintahan Prabowo terkait penahanan Hasto oleh KPK dilatari karena sudah adanya komitmen atau komunikasi yang terbangun antara kedua belah pihak.
“Secara subjektif, saya mencoba untuk menafsirkan, tampaknya memang sudah ada semacam komunikasi politik dan juga komitmen antara PDIP dengan Pak Prabowo,” kata Umam.
Bahkan, kata Umam, Megawati dalam sebuah kesempatan pernah menyampaikan secara terbuka bagaimana dirinya akan bersikap jika Hasto ditahan KPK.
“Dalam sebuah kesempatan kita masih ingat, Bu Megawati mencoba untuk menyampaikan semacam dialog imajiner antara beliau dengan Pak Prabowo seandainya ada pihak-pihak tertentu yang ingin memperlakukan Sekjen kita, kita sebagai ketua umum partai, bagaimana rasanya,” papar Umam.
Artinya, Megawati bersama para elite partai meyakini bahwa proses hukum Hasto ada pengaruh intervensi oleh kekuasaan.
“Artinya bahwa, itu bukan sekadar dialog imajiner, tetapi disampaikan di ruang publik, artinya bahwa ada semacam ekspektasi yang dimiliki oleh Bu Mega, teman-teman PDIP yang meyakini bahwa dalam proses ini, di KPK bisa diintervensi, dipengaruhi oleh kekuasaan,” lanjutnya.
Discussion about this post