Jakarta-SuaraNusantara
Wakil Ketua Komite III DPD Fahira Idris dalam surat elektronik yang dikirimkan ke media massa, beberapa saat lalu, mengatakan ancaman sanksi pemecatan hingga pidana penjara bagi mahasiswa pelaku tindak kekerasan ternyata belum menimbulkan efek jera, sehingga tindak kekerasan terutama yang dilakukan senior kepada juniornya masih saja terjadi.
“Selama perguruan tinggi tidak mengidentifikasi potensi-potensi kekerasan yang bakal terjadi di kampusnya masing-masing dan merumuskan formulasi mencegahnya, maka di tahun-tahun mendatang peristiwa menyakitkan seperti ini akan terulang,” katanya.
Fahira menilai, realitas kekerasan di perguruan tinggi yang masih terjadi menunjukkan kekerasan sudah menjadi mata rantai, bahkan budaya. Karenanya, masing-masing kampus harus melakukan kajian komprehensif atas segala hal yang dapat memicu tindakan kekerasan sehingga bisa merumuskan strategi mencegahnya.
“Saya berharap pimpinan kampus mengambil inisiatif ini agar tidak terus menjadi seperti pemadam kebakaran dalam setiap tindak kekerasan yang terjadi di kampus,” katanya.
Dia menegaskan, kejadian mahasiswa tewas karena tindakan konyol seniornya harus berakhir di tahun ini. “Jangan ada lagi orang tua yang mengantar anaknya ke kampus segar bugar, tetapi pulang tinggal jenazah. Jangan ada lagi orang tua yang hancur hatinya,” ujarnya.
Pada bulan pertama 2017 ini terjadi dua peristiwa penganiayaan di perguruan tinggi yang menewaskan mahasiswa. Pertama, penganiayaan yang dilakukan taruna senior kepada yunior di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta di Marunda, Cilincing, Jakarta Utara. Satu mahasiswa tewas dalam peristiwa itu. Kedua, meninggalnya tiga mahasiswa Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta setelah dipelonco dengan sangat keras selama mengikuti pendidikan dasar organisasi pencinta alam. (cipto)