Jakarta – Ketua Umum Himpunan Masyarakat Nias Indonesia (HIMNI) Marinus Gea mengakui, masih ada program kerja yang belum selesai diwujudkan pada masa kepemimpinannya, antara lain menjadikan Kepulauan Nias sebagai destinasi wisata dunia dan provinsi tersendiri.
“Program besar yang kita canangkan adalah menuju Nias Pulau Impian, menjadikan Kepulauan Nias sebagai destinasi wisata, dan bagaimana Kepulauan Nias itu menjadi provinsi. Ini belum selesai,” kata Marinus, di Jakarta, baru-baru ini.
Namun anggota DPR-RI ini merasa bangga karena dari sisi organisasi, jumlah DPD yang semula 14, di masa kepemimpinannya telah berkembang menjadi 25. Dan dari 60-an DPC di awal dirinya menjabat, sekarang sudah terbentuk 127 DPC di seluruh Indonesia.
“Saya kira ini tidak mudah kalau kita tidak memiliki hati yang tulus untuk melakukan itu. Nah, ke depan kita berharap bahwa yang terus dilakukan adalah perjuangan di internal organisasi, termasuk melengkapi kepengurusan DPD-DPD yang belum ada di beberapa provinsi, dan juga DPC-DPC yang masih belum maksimal,” tuturnya.
“Sebab kalau kita lihat, di seluruh Indonesia ini, masyarakat Nias itu sangat banyak, dan mereka juga rindu mau bergabung dalam wadah ini,” tambahnya.
Selain keberhasilan mengembangkan jumlah DPD dan DPC, HIMNI juga sukses mencetuskan konsep Nias Pulau Impian yang menjadi pemicu kebangkitan pariwisata Kepulauan Nias lewat beragam event seperti Pesta Ya’ahowu yang dihadiri peserta mancanegara, dan event puncak Sail Nias pada 14 September mendatang.
Terkait wacana menyederhanakan struktur organisasi HIMNI, Marinus menilai hal tersebut harus dilakukan dalam rangka penguatan organisasi dan efisiensi serta efektivitas kerja.
Kepengurusan yang ramping, katanya, akan membuat pengambilan bermacam keputusan dan kebijakan semakin sederhana dan mudah. Sehingga tidak muncul perdebatan-perdebatan yang merugikan organisasi.
“Penyederhanaan itu kita mulai dari struktur. Sekarang ini struktur kita cukup besar tapi tidak berfungsi dengan baik. Oleh karena itu saya usulkan melalui Munas ke-5 di Green Forest Hotel tanggal 23-25 Agustus nanti, struktur itu kita buat sesederhana mungkin. BPH-nya 17. Lalu diberikan penguatan kepada ketua-ketua DPP yang ada di bawahnya,” jelasnya.
Sehingga, nantinya ketua-ketua DPP mampu membentuk tim kerja atau kelompok kerja di bidangnya masing-masing.
“Jadi tidak perlu ada departemen lagi, tapi langsung ketua-ketua DPP yang akan membentuk tim kerja di bawahnya,” terang Marinus.
Kriteria Ketua Umum
Sejak didirikan pada 20 Januari 2000, kemudian dideklarasikan pada 20 Mei 2000, HIMNI memang bercita-cita menjadi sebuah rumah besar bagi masyarakat Nias, dan mencetak kader-kader pemimpin masa depan.
Dari tahun ke tahun, hal itu selalu menjadi bagian program yang tidak terpisahkan dari perjalanan HIMNI.
“Nah, pada periode saya memimpin HIMNI, saya mencoba mengaplikasikan itu dengan seoptimal mungkin, sehingga kita bisa melihat bahwa cita-cita para pendiri ini bisa kita wujudkan,” katanya.
Meski belum seperti yang diharapkan, namun diakui Marinus, dasar dan standar itu sudah diletakkan. Bahwa HIMNI tidak hanya sekadar menjadi sebuah wadah perkumpulan warga Nias, tetapi sebuah organisasi yang berguna dan berfungsi, baik itu kepada masyarakat maupun pemerintah,
“Terlebih-lebih dalam proses pembangunan Kepulauan Nias,” tegasnya.
Dia berharap, calon Ketua Umum HIMNI ke depannya harus mampu mempertahankan dasar dan standar tersebut. Karena itu, para calon ketua umum HIMNI harus memiliki jaringan dan konsep yang baik.
Terkait usulan untuk memilih ketua umum dari luar, Marinus menegaskan persetujuannya, dengan syarat calon ketua umum itu harus mau menerima anggaran dasar dan rumah tangga (AD/ART) HIMNI.
Dengan demikian, ketua organisasi masyarakat Nias lainnya pun bisa bergabung dengan HIMNI karena bagian dari himpunan masyarakat Nias Indonesia. Namun, hanya ketua dari ormas Nias yang memiliki legalitas formal yang bisa mencalonkan atau dicalonkan sebagai ketua umum HIMNI.
“Kita sepakat bahwa HIMNI tidak mengambil peran sebagai organisasi lokal, organisasi keluarga, organisasi marga, organisasi kedaerahan, organisasi kecamatan, organisasi komunitas, yang sifatnya tolong menolong. Tidak. HIMNI punya tugas lebih besar dari itu,” ungkap Marinus.
HIMNI sambung dia, membicarakan konsep program, membicarakan bagaimana pembangunan Kepulauan Nias yang lebih baik, dan mensejajarkan Kepulauan Nias dengan daerah lain.
“Ketua umum ke depan harus benar-benar memahami dan mempertahankan posisi ini. Kalau tidak, bisa membahayakan masa depan HIMNI,” tuturnya.
Dia sendiri menyambut baik aspirasi dari para anggota yang ingin dirinya kembali memimpin HIMNI untuk periode 4 tahun mendatang. Namun, Marinus merasa kaderisasi kepemimpinan justru diperlukan untuk memajukan ormas Nias terbesar itu.
“Cita-cita saya kan membuat pengkaderan, sehingga regenerasi kepemimpinan di HIMNI bisa berjalan dan teman-teman lain mendapatkan kesempatan yang baik. Tapi sekali lagi, mekanisme organisasi kita harus tempuh. Apapun nanti yang akan terjadi di Munas, itu adalah keputusan organisasi tertinggi menurut aturan,” tutupnya.(Nda)
Discussion about this post