SuaraNusantara.com – Ajang Kontestasi pemilihan presiden (Pilpres) 2024 Indonesia tak terlepas sorotan media asing.
Berbagai media Internasional sudah ramai memberitakan tentang dinamika pilpres 2024. Mulai dari calon yang paling unggul hingga dinamika koalisi pendukung calon presiden (Capres).
Salah satunya media Singapura, Chanel News Asia (CNA) belakangan ini menyoroti keunggulan capres Prabowo Subianto yang unggul dari Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan.
CNA memuat sebuah tulisan opini dari Research Fellow di East Asian Bureau of Economic Research di Australian National University, Liam Gammon.
Tulisan Gammon percaya bahwa tingginya Prabowo dalam survei dikarenakan asosiasinya dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Jokowi menurutnya masih populer dengan tingkat kepuasan 81,9%. Gammon menulis bagaimana tegangnya hubungan antara Ganjar dan Anies dengan Jokowi menjadi sesuatu yang dianggap keuntungan besar bagi Prabowo.
“Anda harus memberikan penghargaan kepada Presiden Indonesia Joko Widodo atas komitmennya terhadap klise lama yang disukai politisi Jawa untuk mengomunikasikan niat mereka melalui simbol dan isyarat,” tulis Gammon, dikutip Minggu, 20Â Agustus 2023.
“Ganjar, yang juga anggota partai PDIP seperti Widodo, terbebani oleh hubungannya yang dekat dengan ketua umum PDIP dan mantan presiden Megawati Soekarnoputri, seorang tokoh polarisasi elektoral yang memiliki hubungan tegang dengan Jokowi,” terangnya.
Dilain sisi, Komitmen Prabowo untuk melanjutkan keberlangsungan program-program presiden Joko Widodo (Jokowi).
“(Prabowo) telah dihadiahi dengan tempo yang stabil dari pemotretan dan kebocoran media yang dimaksudkan untuk memproyeksikan hubungan akrab dengan presiden yang populer itu,” jelasnya.
“Jokowi melihat kebijakannya untuk memaksa hilirisasi industri, dengan melarang ekspor bahan mentah untuk mendorong investasi dalam pemrosesan, sebagai item warisan utama di samping rencananya untuk ibu kota baru, Nusantara,” tambahnya.
Gammon juga menyebut Internasional Prabowo juga melebihi Ganjar meski hal ini bisa menjadi pisau bermata dua.
“Ini bisa menjadi pedang bermata dua, tergantung pada seberapa besar kepercayaan Prabowo pada kiasan nasionalis paranoid yang telah banyak muncul dalam retorika politiknya selama bertahun-tahun,” jelasnya. (Alief)
Discussion about this post