Suaranusantara.com- Kepala Desa (Kades) Kohod Arsin bin Arsip pada hari ini Selasa 18 Februari 2025 telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di Kabupaten Tangerang, Banten.
Sebelumnya, Kades Kohod Arsin sempat mengaku bahwa dirinya menjadi korban dalam kasus pagar laut.
“Saya ingin sampaikan bahwa saya juga adalah korban dari perbuatan yang dilakukan oleh pihak lain,” kata Arsin melalui rekaman video berdurasi kurang lebih dua menit yang diterima di Tangerang, Sabtu, 15 Februari 2025.
Namun kini, Bareskrim Polri telah resmi menetapkan Arsin sebagai tersangka dalam kasus pagar laut. Dia tak sendirian, melainkan ada tiga orang rekannya yang juga ditetapkan sebagai tersangka.
Ketiga orang itu di antaranya desa Kohod berinisial UK, serta penerima kuasa berinisial SP dan CE.
“Dari hasil gelar perkara, kami seluruh penyidik dan peserta gelar telah sepakat menentukan empat tersangka di mana mereka adalah kaitannya masalah pagar laut,” ujar Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro pada Selasa 18 Februari 2025.
Arsin bersama tiga orang lainnya dalam gelar perkara oleh Bareskrim Polri diketahui melakukan aktifitas pemalsuan dokumen SHGB dan SHM.
“Empat tersangka ini kaitannya masalah terkait pemalsuan, di mana pemalsuan beberapa surat dokumen untuk permohonan hak atas tanah,” ungkapnya.
Adapun aktifitas pemalsuan dilakukan oleh Arsin bersama tiga orang lainnya sejak akhir 2023 lalu.
Tak tanggung-tanggung, Arsin bersama tiga orang lainnya telah berhasil menerbitkan sebanyak 260 SHM dengan atas nama warga Kohod.
“Dibuat oleh Kades dan Sekdes sejak Desember 2023 hingga Desember 2024. Di mana seolah-olah pemohon untuk mengajukan permohonan pengukuran melalui KJSB Raden Muhammad Lukman Fauzi Parekesit dan permohonan hak kantor pertanahan Kabupaten Tangerang hingga terbitlah 260 SHM atas nama warga Kohod,” jelasnya.
Lantas berapa sih gaji yang diterima Arsin sebagai Kades Kohod?
Ketentuan gaji kepala desa diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas PP Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
Kepala desa mendapatkan penghasilan tetap yang dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa), yang bersumber dari Alokasi Dana Desa (ADD). Besaran penghasilan tetap kepala desa paling sedikit Rp2.426.640 setara 120 persen dari gaji pokok pegawai negeri sipil (PNS) golongan ruang II/a.
“Dalam hal ADD tidak mencukupi untuk mendanai penghasilan tetap minimal kepala desa, sekretaris desa, dan perangkat desa lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dipenuhi dari sumber lain dalam APBDesa selain Dana Desa,” demikian bunyi Pasal 81 ayat (3) PP Nomor 11 Tahun 2019.
Tunjangan Kepala Desa
Mengacu pada Pasal 100 dalam PP yang sama, kepala desa juga mendapatkan tunjangan. Besaran tunjangan kepala desa tergantung pada pengelolaan Dana Desa yang ditetapkan dalam APBDesa.
Ketentuan penghasilan tetap dan tunjangan kepala desa, sekretaris desa, dan perangkat desa lainnya, paling banyak adalah 30 persen dari jumlah anggaran belanja desa.
Perhitungan belanja desa yang dimaksud, yaitu di luar pendapatan yang bersumber dari hasil pengelolaan tanah bengkok atau sebutan yang lain.
“Hasil pengelolaan tanah bengkok atau sebutan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat digunakan untuk tambahan tunjangan kepala desa, sekretaris desa, dan perangkat desa lainnya selain penghasilan tetap dan tunjangan kepala desa, sekretaris desa, dan perangkat desa lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b angka 1,” bunyi Pasal 100 ayat (3).
Kemudian, berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, kepala desa juga menerima jaminan sosial di bidang kesehatan dan ketenagakerjaan serta penerimaan lainnya yang sah.
Selain itu, kades juga berhak menerima perlindungan hukum atas kebijakan yang dilaksanakan hingga tunjangan purnatugas.
“Mendapatkan tunjangan purnatugas satu kali di akhir masa jabatan sesuai dengan kemampuan keuangan desa yang diatur dalam Peraturan Pemerintah,” tulis Pasal 26 ayat (3) huruf d Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024.
Discussion about this post