Suaranusantara.com – Sebanyak 30 persen guru-dosen dan 18 persen kepala sekolah-rektor di Indonesia masih menganggap pemberian hadiah dari siswa atau wali murid adalah sesuatu hal yang wajar diterima.
Hal itu diketahui dari hasil survei Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dilakukan pada rentang waktu 22 Agustus 2024-30 September 2024.
Survei itu melibatkan 449.865 responden yang termasuk peserta didik (murid-mahasiwa), tenaga pendidik (guru-dosen), orang tua-wali, serta pimpinan satuan pendidikan.
Pada 65 persen sekolah juga ditemukan orang tua terbiasa memberikan bingkisan atau hadiah kepada guru pada saat hari raya atau kenaikan kelas.
Menanggapinya, Deputi Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat KPK, Wawan Wardiana mengatakan guru yang menerima hadiah dari orang tua murid saat kenaikan kelas merupakan bentuk dari gratifikasi, bukan rezeki.
“Bagaimana mensosialisasikan gratifikasi itu, itu bukan rezeki. Harus dibedakan mana rezeki, mana gratifikasi. Jadi, selalu kita gembar-gemborkan kepada mereka: disosialisasikan, dikampanyekan oleh kita dalam bentuk formal maupun non-formal,” kata Wawan.
Menurut Wawan, ini merupakan persoalan serius yang harus menjadi tanggung jawab seluruh pihak.
Sementara, Sekretaris Inspektur Pemerintah Provinsi Jakarta Dina Himawati mengklaim pihaknya turut serta berperan untuk mensosialisasikan masalah penerimaan gratifikasi tersebut.
Satu di antara banyak cara dilakukan dengan menunjuk beberapa ASN untuk memaparkan materi tentang pencegahan korupsi.
“Dan terkait dengan pemberian gratifikasi yang diberikan oleh murid atau orang tua murid kepada guru, ini kami juga sudah mengajarkan untuk menginformasikan, untuk melaporkan kepada Unit Pengendalian Gratifikasi, dan ini juga dilaporkan kepada KPK,” ujarnya.
Discussion about this post