
Jakarta-SuaraNusantara
Beladiri aikido semakin berkembang di berbagai kota besar di Indonesia, termasuk Jakarta. Hal itu terlihat dari menjamurnya dojo (tempat berlatih) aikido hingga ke wilayah perkampungan.
Salah satu keunikan aikido dibanding beladiri lainnya yang sama-sama berasal dari Jepang, aikido tidak menggunakan tenaga eksternal (tenaga kasar) saat membela diri dari serangan musuh, melainkan tenaga internal (tenaga dalam) yang disebut KI. Dalam bahasa Cina, konsep KI ini dikenal dengan istilah CHI.
Berbekal teknik beladiri yang disertai pengaturan napas, praktisi aikido dilatih untuk mengalahkan musuh tanpa melukai. Tak soal bila anda berbadan lemah, sebab dalam aikido, anda akan diajarkan cara menyalurkan tenaga lawan untuk mengalahkan dirinya sendiri. Tak heran bila peserta latihan aikido berasal dari beragam usia, mulai anak-anak hingga dewasa, orang tua, bahkan kaum difabel.
Khusus anak-anak, berlatih aikido memiliki manfaat tersendiri. Dipercaya dengan berlatih aikido, maka sistem motorik dan mentalitas anak-anak akan terlatih. Anak yang biasanya cengeng rata-rata menjadi lebih dewasa setelah berlatih aikido.
“Di aikido murid-murid memang diatur agar lebih beretika, mudah bergaul dan bersosialisasi, serta lebih penyabar dan mengalah,” kata Sugiarto kepada SuaraNusantara, saat ditemui di salah satu dojonya, di Jalan RS Fatmawati, Jakarta, Kamis (8/3/2018).
Pria 35 tahun yang oleh murid-muridnya disapa dengan sebutan ‘sensei’ yang berarti ‘guru’ ini menuturkan, aikido merupakan salah satu beladiri yang mengutamakan etika. “Aikido ini unik, karena kita bukan cuma belajar beladiri, tapi juga etika. Cara duduk, cara berjalan di atas matras, semua ada aturannya,” katanya.
Karena itulah, lanjut Sugiarto, akan lebih bagus jika latihan aikido dilakukan sejak kanak-kanak, sebab karakter anak-anak sedang dalam masa pembentukan. Berbeda jika latihan dimulai sejak dewasa, sebab karakter orang dewasa relatif sudah terbentuk meski bukan tak mungkin bisa berubah.
“Anak-anak cengeng dan penakut bisa lebih percaya diri. Anak-anak yang semula pemalas, bisa jadi rajin dan sigap. Ini dihasilkan lewat didikan etika dan latihan fisik dalam aikido. Sebaliknya, anak-anak hiperaktif pun bisa menjadi lebih tenang, rileks dan fokus,” katanya.
Menurut Sugiarto, aikido menekankan pentingnya pengaturan napas dan bergerak sesuai pikiran. Tak heran bila praktisi aikido tidak membutuhkan tenaga ekstra saat berlatih dan bertarung.
“Prinsipnya kita berusaha mengalahkan musuh dengan menggunakan tenaga musuh itu sendiri, sehingga semakin keras dia menyerang, maka dampaknya akan kembali kepada dirinya sendiri,” tuturnya.
Kepada ratusan murid di berbagai dojo yang dia pimpin, Sugiarto selalu mengawali latihan dengan taisho, yaitu semacam senam yang disertai pengaturan napas. Taisho ini memiliki banyak manfaat kesehatan. Anak-anak dan dewasa yang berbadan lemah, lambat laun mampu meningkatkan kebugaran dengan berlatih senam ini.
“Bisa dibilang taisho dalam aikido menjadi salah satu dasar penting, karena dalam taisho, kita membiasakan tangan dan kaki bergerak sesuai arah serangan ke delapan penjuru mata angin. Jadi sangat penting untuk latihan kelincahan badan saat menyerang maupun menghindar,” ujarnya.
Setelah taisho, peserta berlatih ukemi atau cara menjatuhkan diri. Setelah itu, baru berlatih teknik beladiri. Untuk cara jatuhan yang diajarkan adalah jatuhan ke depan maupun ke belakang, juga ke samping. Menurut ayah dua anak ini, dengan latihan ukemi, seseorang dibiasakan untuk jatuh secara aman.
“Memang kedengaran sepele, masa orang jatuh saja musti diajarin? Tapi faktanya banyak orang mengalami kondisi fatal gara-gara jatuh, misalnya kepala bagian belakangnya terbentur lantai saat terpeleset. Nah, lewat latihan ukemi dalam aikido, kita dilatih untuk mengangkat kepala ketika jatuh ke belakang, entah karena terpeleset atau karena dipukul orang. Itu bisa mencegah terjadinya cedera fatal,” ujar Sugiarto. (eka)