Suaranusantara.com – Masalah kesehatan dunia kian menjadi sorotan dari banyak pihak, terutama setelah dunia menghadapi pandemi Covid-19 yang sukses memporak porandakan tatanan kehidupan normal masyarakat dunia kala itu.
Demi memajukan kesehatan dunia, Fakultas Farmasi Universitas Indonesia (FFUI), Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) dan Pharmaceuticals and Medical Devices Agency (PMDA) Japan membahas harmonisasi regulasi obat di kawasan Association of Southeast Asian Nations (ASEAN/Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara)dalam simposium dan seminar yang bertajuk “ASEAN–Japan Risk Management Plan (RMP) Symposium and Seminar 2023” pada 24–26 Mei 2023, di Grand Ballroom Ayana Midplaza, Jakarta.
Kegiatan ini didanai oleh Pemerintah Jepang melalui Japan–ASEAN Integration Fund (JAIF) dan didukung oleh ASEAN Secretariat (ASEC) dan memiliki tujuan untuk meningkatkan upaya harmonisasi regulasi obat diantara ASEAN Member States (AMS).
Sekretaris Universitas UI, dr. Agustin Kusumayati, M.Sc., Ph.D., mengatakan bahwa masyarakat dunia sangat terdampak dengan adanya pandemi Covid-19 selama kurun waktu lebih dari tiga tahun.
“Baik itu dalam bidang ekonomi hingga sosial. Saat awal pandemi Covid-19 melanda, Indonesia belum memiliki tingkat resiliensi terhadap pandemi yang memadai, khususnya dalam bidang kesehatan, karena belum meningkatkan kapasitas dan kemampuan untuk membuat vaksin, obat, bahkan atribut pelindung seperti masker,” ujarnya dalam sambutan.
Kondisi tersebut, lanjut dr. Agustin terjadi lantaran Indonesia masih harus mengimpor material yang dibutuhkan guna memproduksi alat-alat kesehatan.
“Universitas Indonesia berkomitmen penuh untuk memberikan kontribusi yang berdampak besar bagi kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, dengan adanya kegiatan ini, kami berharap peluang kerja sama dan kolaborasi dengan para ahli dan praktisi di bidang farmasi dan kesehatan dari seluruh dunia dapat terbuka. Semoga kegiatan ini dapat mewujudkan teknologi baru yang bermanfaat dalam produksi obat-obatan yang aman dan berkualitas baik,” ungkapnya.
Sementara itu, Ambassador of Mission of Japan to ASEAN, Masahiko Kiya, menyampaikan apresiasi kepada UI, BPOM RI, dan PMDA Japan yang telah menyelenggarakan simposium ini dan berterima kasih kepada seluruh narasumber yang telah berpartisipasi.
“Acara ini adalah kesempatan yang baik bagi pihak ASEAN dan Asia untuk mengambil peran dalam upaya memajukan kesehatan dunia. Dengan adanya pandemi Covid-19, masyarakat ASEAN dan dunia akhirnya menyadari bahwa sistem kesehatan global perlu dibangun untuk menyelamatkan nyawa manusia,” tuturnya.
Presiden Jokowi dalam pertemuan G7 di Hiroshima beberapa waktu yang lalu menyampaikan bahwa kesehatan global merupakan salah satu agenda penting yang perlu diperhatikan, selain isu pangan, energi, dan iklim.
Dalam pertemuan tersebut dibahas tentang bagaimana menguatkan arsitektur kesehatan global sebagai upaya untuk menangani pandemi yang dapat muncul di masa mendatang.
Keseluruhan proyek antara ASEAN dan Jepang ini akan berfokus untuk memajukan kegiatan harmonisasi global tentang peraturan kefarmasian terkait produk obat. Ketika peraturan khusus suatu negara berlaku, pengujian dan pemeriksaan tambahan mungkin diperlukan sebelum produk dapat disetujui.
Hal ini akan berdampak pada semakin panjangnya periode peninjauan dan meningkatkan biaya, bahkan menyebabkan tertundanya akses pasien ke obat.
Untuk mengatasi dampak tersebut, perlu adanya regulasi dan harmonisasi yang solid demi menghilangkan hambatan teknis dalam peredaran obat tanpa mengurangi kualitas ataupun keamanan obat, sehingga memastikan akses yang cepat dan tepat dapat didapatkan masyarakat.
Diketahui, dalam kegiatan simposium tersebut ada 40 peserta regulasi dari 10 negara anggota ASEAN yang berasal dari Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam,” (ADT).
Discussion about this post