Suaranusantara.com- Hakim Djuyamto pada Kamis 13 Februari 2025 membacakan putusan atas gugatan praperadilan yang diajukan oleh Sekjen PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, menyatakan bahwa gugatan ditolak.
Adapun putusan itu dibacakan hakim Djuyamto dalam sidang praperadilan Hasto Kristiyanto melawan Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).
“Menyatakan permohonan pemohon (Hasto Kristiyanto) tidak dapat diterima,” ujar Djuyamto di ruang sidang PN Jakarta Selatan pada Kamis 13 Februari 2025.
Adapun gugatan praperadilan diajukan Hasto terkait penetapan dirinya sebagai tersangka oleh KPK pada Selasa 24 Desember 2024 lalu.
Hakim Djumyanto yang menolak gugatan praperadilan Hasto ini menjadi sorotan publik. Publik pun mencoba mencari tahu terkait sosoknya.
Lantas bagaimana profil dari hakim Djumyanto yang menolak gugatan praperadilan Hasto Kristiyanto melawan KPK?
Djuyamto pun menjadi sorotan lantaran usai menolak praperadilan Hasto.
Hakim Djuyamto merupakan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel).
Dikutip dari laman pn-jakartaselatan.go.id, Djumyanto diketahui lahir pada 18 Desember 1967 dan merupakan ASN dengan golongan Pembina Utama Madya.
Djuyamto merupakan lulusan sarjana dari Universitas Sebelas Maret Solo (UNS) jurusan Ilmu Hukum pada 1992.
Djuyamto mendapatkan gelar masternya pada 2020 di bidang Ilmu Hukum dari almamater yang sama, UNS.
Dan saat ini Djuyamto diketahui tengah mengejar gelar Doktor atau Strata 3 (S3) dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo.
Djumyanto memproses karya ilmiah disertasi berjudul ‘Model Pengaturan Penetapan Tersangka oleh Hakim Pada Tindak Pidana Korupsi Berbasis Hukum Responsif’,
Disertasinya dipaparkan dalam sidang terbuka promosi di Aula Gedung 3 (Gedung Amiek Sumindriyatmi) UNS Solo, Jumat 31Januari 2025.
Djuyamto juga menyebutkan agar majelis hakim bisa menetapkan seseorang sebagai tersangka korupsi jika dalam persidangan terbukti memiliki keterlibatan.
Djumyanto, penegak hukum berusia 57 tahun itu memulai kariernya di Pengadilan Negeri Tanjungpandan pada 2002.
Dia juga pernah ditugaskan di Pengadilan Negeri Temanggung dan Pengadilan Negeri Karawang hingga 2012.
Berdasarkan laman Laporan Hasil Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) milik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), karier Djuyamto semakin bersinar saat menjadi Hakim Yustisial dan Panitera Pengganti di Mahkamah Agung pada 2013.
Dia lalu menjadi hakim dan Ketua Pengadilan Negeri Dompu di Nusa Tenggara Barat pada 2016.
Djuyamto kemudian dimutasi ke Pengadilan Tinggi Bandung pada 2018. Setahun kemudian, dia menjadi hakim di Pengadilan Negeri Jakarta dari 2019 hingga saat ini.
Adapun alasan Djuyamto menolak praperadilan Hasto lantaran seharusnya permohonan gugatan Sekjen PDI Perjuangan itu dilakukan secara terpisah.
Hal itu dikarenakan Hasto telah ditetapkan tersangka dugaan tindak pidana perintangan penyidikan dan dugaan tindak pidana memberi janji atau hadiah atau suap kepada penyelenggaran negara oleh KPK.
Dengan demikian permohonan pemohon yang menggabungkan tentang sah tidaknya dua surat perintah penyidikan, atau setidaknya penetapan tersangka dalam satu permohonan haruslah dinyatakan tidak memilih syarat formil permohonan praperadilan.
“Maka terhadap eksepsi termohon tersebut berdasarkan hukum dan patut dikabulkan,” ucapnya.
Djuyamto melanjutkan, dengan berbagai pertimbangan hukum tersebut hakim berpendapat bahwa oleh karena eksepsi dikabulkan, maka terhadap eksepsi permohonan yang lain dan selebihnya tidak perlu dipertimbangkan dan diberi penilaian hukum.
“Menimbangkan karena eksepsi pemohon dikabulkan maka terhadap pokok perkara ini tidak perlu dipertimbangkan dan diberikan penilaian hukum lagi,” kata hakim Djuyamto.
Discussion about this post