SuaraNusantara.com-Starbucks dan H&M mengalami tekanan keuangan serius setelah menjadi sasaran aksi boikot global sebagai respons terhadap dukungan perusahaan-perusahaan terhadap serangan Israel ke Palestina. Starbucks, meskipun tidak memberikan dukungan finansial langsung kepada Israel, menghadapi boikot karena gugatan terhadap serikat pekerjanya yang mendukung Palestina. Akibatnya, perusahaan ini mengalami kerugian sekitar 12 miliar dolar AS atau sekitar Rp 186 triliun, dengan sahamnya turun 1,6 persen, mencatat penurunan terpanjang sejak berdiri pada tahun 1992.
Pengaruh dari aksi boikot ini juga mencapai H&M, yang mengumumkan penutupan empat toko cabangnya di Maroko pada akhir tahun 2023. Meskipun H&M belum memberikan komentar resmi, penutupan tersebut diperkirakan berdampak pada ratusan karyawan dengan potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.
Aksi boikot juga menyentuh merek-merek lain seperti McDonald’s, Disney, Puma, dan Netflix. Sementara itu, impor barang dari Israel ke Indonesia anjlok 48,73 persen secara bulanan pada November 2023, mencerminkan dampak gerakan boikot terhadap perdagangan internasional. Meskipun ekspor dan impor antara Indonesia dan Israel sangat kecil, gerakan boikot ini dapat memengaruhi konsumsi belanja masyarakat dan berpotensi menyebabkan PHK di Indonesia.
Baca Juga:Â Produk Zara Menuai Protes, Boikot Menguat
Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Nicholas Mandey, mengingatkan bahwa gerakan boikot dapat berdampak jangka panjang, termasuk potensi PHK. Ia juga meminta pemerintah untuk hadir dalam membaca situasi dan mengambil langkah-langkah yang relevan dan adaptif.
“Bisa kita bayangkan ketika tergerus produsennya atau supplier, maka investasi bisa hilang dan kandas, pertumbuhan tidak bisa terjadi,” kata Roy dalam konferensi pers di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu 15 Desember 2023.
Discussion about this post