Jakarta, Suaranusantara.com – Politisi PDI Perjuangan asal Jawa Timur yang duduk sebagai anggota Komisi VII DPR RI Bambang DH meminta pemerintah optimalkan hilirisasi mineral, khususnya nikel, di Tanah Air.
Pasalnya, dari beberapa kali kunjungan kerja Komisi VII DPR RI ke smelter nikel, yang dilakukan hanya pengolahan menjadi batangan atau lempengan micro nickel,sehingga upaya hilirisasi nikel tidak optimal.
Karena itu, Bambang DH mendesak pemerintah mengoptimalkan hilirisasi agar meningkatkan nilai tambah.
“Kita mendesak, supaya nilai tambah ini banyak bisa kita raih. Tidak kemudian kita ibarat banyak sumber daya alam (lalu) disuruh membersihkan, memurnikan, kemudian ekspor,” kata Bambang DH dalam Rapat Kerja Komisi VII DPR RI dengan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta (21/11).
Bambang DH meneruskan, “Padahal kita tahu negara yang menerima paling banyak (impor nikel dari Indonesia) bahkan persentasenya sampai 80-90 persen dari ekspor batangan nikel itu. Itu jadi tentu sangat merugikan. Kami ingin agar keinginan Presiden untuk mengekspor barang tidak dalam bentuk mentah, setengah jadi, betul-betul kita tekankan. Nilai tambahnya di Indonesia.”
Pada bagian lain, politisi senior PDIP itu menilai, pemerintah terlalu cepat meratifikasi berbagai kesepakatan perdagangan, sehingga salah satu yang menjadi akibat adalah gagalnya Indonesia di sengketa gugatan terkait ekspor nikel.
“Mungkin ke depan kita mesti cermat, kita ini tampaknya dengan tren global ini ada kesepakatan kemudian kita meratifikasi, namun di bidang ekonomi kita cuma menjadi pasar saja,” ucap Bambang DH.
Dalam panel World Trade Organization (WTO) di Dispute Settlement Body (DSB) atas perkara larangan ekspor bijih nikel Indonesia memutuskan kebijakan larangan ekspor dan pemurnian mineral nikel di Indonesia melanggar ketentuan.
Merespons putusan itu, Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan pemerintah bakal mengajukan banding,
“Pemerintah berpandangan keputusan panel belum memiliki kekuatan hukum tetap sehingga masih ada peluang untuk banding dan tidak perlu mengubah peraturan atau bahkan mencabut kebijakan yang tidak sesuai sebelum keputusan sengketa diadopsi DSB,” ujar Arifin Tasrif dalam rapat tersebut.(Rnd)
Discussion about this post