Jakarta-SuaraNusantara
Direktur PT Melati Technofo Indonesia (MTI) Fahmi Darmawansyah, tersangka pemberi suap ke Deputi Bidang Informasi Hukum dan Kerja Sama Badan Keamanan Laut (Bakamla) Eko Susilo Hadi, diimbau untuk menyerahkan diri.
“Akan lebih baik kalau bekerja sama dengan penegak hukum. Itu akam membantu pengungkapan perkara,” kata juru bicara KPK Febri Diansyah di kantor KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis (15/12/2016).
Fahmi disangkakan sebagai pemberi suap kepada Eko Susilo Hadi. Dia disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Uang suap itu diberikan berkaitan dengan proyek pengadaan satelit monitoring di Bakamla yang dibiayai APBN-P 2016.. Saat ini KPK masih mencari keberadaan Fahmi.
Fahmi diketahui tidak menjadi bagian dari empat orang yang diamankan Tim Satuan Tugas KPK pada Rabu (14/12/2016).
“Yang pasti dari operasi tangkap tangan kemarin, kita belum dapatkan FD,” ujar Febri.
Kendati belum diperiksa, namun penyidik menurut Febri berkeyakinan Fahmi terlibat dalam dugaan penyuapan terhadap Deputi Informasi Hukum dan Kerjasama Eko Susilo Hadi. Hal ini didasarkan dari bukti dan keterangan pegawai PT MTI lainnya yang juga menjadi tersangka.
“Makanya kita tetapkan empat orang jadi tersangka, FD salah satu dari pemberi,” kata Febri.
Karenanya, KPK meminta agar suami dari artis Inneke Koesherawati itu segera menyerahkan diri ke KPK. Pasalnya, KPK nantinya juga akan melakukan upaya untuk menghadirkan yang bersangkutan. “Apakah dilakukan pemanggilan atau meminta FD menyerahkan diri, yang bila datang akan lebih baik lagi,” kata Febri.
Sebelumnya, KPK resmi menetapkan Deputi Informasi Hukum dan Kerja Sama Badan Keamanan Laut, Eko Susilo Hadi (ESH) sebagai tersangka. Selain itu, KPK juga menetapkan tiga orang lainnya berasal dari PT Melati Technofo Indonesia, yakni Fahmi Darmawansyah (FD), Hardy Stefanus (HST) dan Muhammad Adami Okta (MAO) sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait proyek pengadaan di Bakamla. (cipto)