Suaranusantara.com- Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) telah resmi disahkan menjadi Undang-Undang (UU) pada Kamis 20 Maret 2025.
Pengesahan RUU TNI menjadi UU tersebut melalui rapat paripurna ke 15 Masa Sidang II Tahun 2024-2025 yang dipimpin langsung oleh Ketua DPR RI Puan Maharani.
“Tibalah saatnya kami meminta persetujuan fraksi-fraksi terhadap RUU TNI, apakah dapat disetujui untuk disahkan menjadi UU?” tanya Ketua DPR Puan Maharani selaku pemimpin rapat paripurna Kamis 20 Maret 2025.
Para anggota yang hadir dalam rapat paripurna pun serempak menjawab setuju. “Setuju,” seru anggota DPR.
Mahasiswa Universitas Indonesia (UI) usai RUU TNI disahkan menjadi UU, pada besok Jumat 21 Maret 2025 rencananya akan mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Sebanyak tujuh mahasiswa Fakultas Hukum UI rencananya akan mendaftarkan gugatan uji materi hasil revisi tersebut ke Mahkamah Konstitusi besok, 21 Maret 2025, pukul 10.00 WIB.
Pemohon utama gugatan, Abu Rizal Biladina, mengatakan permohonan gugatan UU TNI tersebut diajukan karena prosesnya dianggap inkonstitusional.
“Kami akan memohon pengujian formil UU TNI karena tata cara pembentukan UU-nya menyalahkan regulasi yang ada (tidak masuk Program Legislasi Nasional) dan tidak meaningful participation (pelibatan masyarakat dalam pembentukan undang-undang),” kata Rizal Kamis, 20 Maret 2025.
Rizal mengatakan dalam pengesahan RUU TNI menjadi UU belum diundangkan dan ditandatangani oleh Presiden Prabowo Subianto.
Rizal mengatakan memang ada dua mazhab yang menyebut undang-undang bisa digugat setelah disahkan atau digugat setelah diundangkan.
Kejanggalan dan pelanggaran penyusunan revisi Undang-Undang TNI juga telah dibeberkan oleh Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia.
Peneliti PSHK, Bugivia Maharani, mengatakan pembahasan revisi UU TNI melanggar prosedur pembentukan undang-undang dan tidak sah menjadi RUU prioritas 2025.
Program Legislasi Nasional (Prolegnas) yang memuat RUU prioritas pada 2025 disahkan melalui Keputusan DPR RI Nomor 64/DPR RI/I/2024-2025 pada 19 November 2025.
Namun, Maharani menuturkan bahwa pada Lampiran II Keputusan DPR RI itu tidak tercantum judul revisi UU TNI sebagai salah satu RUU yang diprioritaskan pada tahun 2025.
Maharani membeberkan tiga kejanggalan. Pertama, pengambilan keputusan untuk memasukan RUU revisi UU TNI tidak masuk dalam agenda rapat paripurna.
“Secara tiba-tiba, ketua sidang pada saat itu, Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir meminta persetujuan anggota DPR yang hadir dalam rapat paripurna untuk menyetujui dimasukannya revisi UU TNI dalam Prolegnas 2025 sebelum keseluruhan agenda rapat dilaksanakan,” ujar Maharani dalam keterangan tertulis pada Senin, 17 Maret 2025.
Menurut Maharani, Pasal 290 ayat (2) Tata Tertib DPR RI menegaskan bahwa perubahan agenda rapat, termasuk rapat paripurna hanya dapat dilakukan dengan terlebih dahulu mengajukan kepada Badan Musyawarah paling lambat dua hari sebelum rapat dilaksanakan.
“Namun hal itu tidak dilaksanakan dalam kasus ini, terbukti sejak awal tidak ada agenda tersebut yang dibacakan oleh ketua rapat paripurna,” tuturnya.
Kejanggalan kedua adalah pertimbangan memasukan revisi UU TNI dalam Prolegnas 2025 yang mendasarkannya pada Surat Presiden Nomor R12/Pres/02/2025 tertanggal 13 Februari 2025.
Maharani menegaskan, pertimbangan utama seharusnya berasal dari Badan Legislasi, bukan desakan dari Presiden melalui surat.
Kejanggalan ketiga, Maharani menilai keberadaan Surat Presiden juga janggal. Sebab, isinya penunjukan wakil pemerintah membahas revisi UU TNI.
Dalam surat bertanggal 13 Februari 2025 itu belum ada keputusan resmi DPR menjadikan revisi UU TNI masuk dalam Prolegnas 2025.
“Seharusnya surat presiden penunjukan perwakilan pemerintah untuk membahas suatu RUU dikirimkan setelah ada keputusan DPR terkait kepastian pembahasan, atau bahkan ada surat resmi terlebih dahulu yang mengirimkan draft RUU dan Naskah Akademik kepada Presiden,” katanya.
Discussion about this post